Begitu masuk di Kamar Pengabadian Diponegoro, di Museum Bakorwil, Jalan Pangeran Diponegoro No 1 Kota Magelang, terlihat sebuah jubah tua kecokelatan digantung di lemari kaca.
Semakin mendekat, semakin jelas jubah yang tinggi 160x110 cm itu ada bercak-bercak merah seperti darah yang bercucuran seperti usai perang. Pemilik jubah itu tak lain adalah Pangeran Diponegoro yang 5 tahun mengobarkan perang Jawa pada pemerintah Hindia Belanda.
Bercak-bercak kecokelatan seperti darah yang melekat di jubah kebesaran itu memunculkan pro dan kontra. Anggapan pertama bercak itu diduga bercak bekas darah saat Diponegoro memimpin perang Jawa atau Sabil dalam kurun waktu 1825 hingga 1830. Ada juga yang beranggapan hanya karena faktor usia, sehingga ada bekas kecokelatan seperti itu.
Namun, jika diamati memang lebih mirip bercak-bercak darah yang menempel. Jubah yang sebenarnya berwarna krem-putih kini semakin berwarna cokelat. Di beberapa bagian ada lubang dan sobekan. Seperti di bagian dada kanan, dan bagian bawah kanan dan kiri, serta bagian belakang. yang cukup tinggi. Kemungkinan lubang itu bekas sabetan senjata tajam pasukan kompeni.
Kabarnya, jubah itu merupakan pemberian dari seorang kaisar Tiongkok. Berbahan kain santung, jubah itu kemudian dikenakan Diponegoro memimpin perang Sabil yang diawali pada 20 Juli 1985. Jubah dari kain shantung asal Tiongkok itu diletakkan di lemari kaca setinggi 2,5 meter.
“Diponegoro selalu berpakaian layaknya pemuka perang Sabil, bergaya Arab. Yakni, mengenakan surban, jubah, dan baju putih. Busana ini mungkin saja diusulkan oleh penasihat Arabnya, Syeh Ahmad Al-Ansari yang berasal dari Jeddah,” tutur Joko, petugas museum.
Jubah itu dipakai Diponegoro sejak awal di Tegalrejo. Usai perang, jubah sang Pangeran, dengan tepi brokat yang konon dijahit oleh gundik Chinanya, disimpan oleh putra menantunya, Basah Mertonegoro (Basah Ngabdulkamil).
Tahun 1970-an, jubah yang dianggap pusaka Pangeran Diponegoro ini kemudian dipinjamkan secara permanen kepada Museum Bakorwil II, Magelang Jawa Tengah, yang menjaganya di Ruang Diponegoro.
Di ruang tempat penangkapan Pangeran Diponegoro, seluas 6x6 meter atau 36 meter persegi itu tersimpan beberapa koleksi peninggalan Diponegoro lainnya seperti meja kursi saat perundingan dengan Jenderal De Kock, bale-bale, kitab Ta'rib, lukisan dan poci atau teko serta cangkir.
Empat buah kursi kayu jati dan satu meja adalah tempat duduk saat Pangeran Diponegoro berunding dengan Jenderal De Kock. Pangeran Diponegoro duduk menghadap ke luar (barat). Sementara itu, De Kock duduk berhadapan dengan sang pangeran menghadap ke timur. Dua kursi di kanan kiri diduduki oleh dua orang yang bertindak sebagai penerjemah.
Kursi dengan anyaman rotan yang diduduki Diponegoro di bagian kanan tempat pegangan tangan terdapat bekas cengkeraman tangan Pangeran Diponegoro. Ada bekas cengkeraman yang membekas seperti goresan di kayu yang menandakan kemarahan Pangeran Diponegoro terhadap tipu muslihat yang dilakukan Belanda. Saat ini, kursi tersebut ditutup dengan lemari kaca dan ditutupi kain putih.
"Ada bekas seperti goresan di bagian bawah kayu tempat pegangan tangan di bagian kanan. Itu menandakan betapa marahnya Pangeran Diponegoro saat ditangkap di sini," kata Joko.
Peninggalan lain kitab Takrib (Arab gundul) tulisan tangan Kiai Nur Iman, yang diterjemahkan Kiai Melangi dari Sleman, Yogyakarta. Kitab itu diyakini sering dibawa Diponegoro semasa hidup.
Benda koleksi lainnya adalah Bale-bale dari kayu dengan alas bambu dibelah merupakan tempat salat saat Diponegoro berada di Daerah Brangkal, Gombong, Kebumen. Bale-bale ini sebelumnya disimpan oleh Kyai Haji Syafei dari Brangkal
Di salah satu lemari kaca lainnya, terdapat 2 buah teko berukuran kecil dan besar beserta 7 buah cangkir putih. Benda-benda ini adalah milik pribadi Pangeran Diponegoro yang dipakai sewaktu masih di berada di daerah Bantul saat berperang.
Di dinding ruangan museum ini, dihiasi beberapa lukisan perjalanan Pangeran Diponegoro. Salah satunya adalah repro lukisan karya Raden Saleh, yang menceritakan penangkapan Pangeran Diponegoro di depan gedung Karesidenan.
sumber: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/620720-misteri-bercak-darah-di-jubah-pangeran-diponegoro
Belum ada tanggapan untuk "Kisah Jubah Pangeran Diponegoro"
Posting Komentar