Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Awal Kemerdekaan (1945-1950)
Pada
prakemerdekaan pendidikan bukan untuk mencerdaskan kaum pribumi,
melainkan lebih pada kepentingan kolonial penjajah. Pada bagian ini,
semangat menggeloraan ke-Indonesia-an begitu kental sebagai bagian dari
membangun identitas diri sebagai bangsa merdeka. Karena itu tidaklah
berlebihan jika instruksi menteri saat itu pun berkait dengan upaya
memompa semangat perjuangan dengan mewajibkan bagi sekolah untuk
mengibarkan sang merah putih setiap hari di halaman sekolah, menyanyikan
lagu Indonesia Raya, hingga menghapuskan nyanyian Jepang Kimigayo.
Organisasi
kementerian yang saat itu masih bernama Kementerian Pengajaran pun
masih sangat sederhana. Tapi kesadaran untuk menyiapkan kurikulum sudah
dilakukan. Menteri Pengajaran yang pertama dalam sejarah Republik
Indonesia adalah Ki Hadjar Dewantara. Pada Kabinet Syahrir I, Menteri
Pengajaran dipercayakan kepada Mr. Mulia. Mr. Mulia melakukan berbagai
langkah seperti meneruskan kebijakan menteri sebelumnya di bidang
kurikulum berwawasan kebangsaan, memperbaiki sarana dan prasarana
pendidikan, serta menambah jumlah pengajar.
Pada Kabinet Syahrir
II, Menteri Pengajaran dijabat Muhammad Sjafei sampai tanggal 2 Oktober
1946. Selanjutnya Menteri Pengajaran dipercayakan kepada Mr. Soewandi
hingga 27 Juni 1947. Pada era kepemimpinan Mr. Soewandi ini terbentuk
Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang diketuai Ki Hadjar
Dewantara. Panitia ini bertujuan meletakkan dasar-dasar dan susunan
pengajaran baru.
Era Demokrasi Liberal (1951-1959)
Dapat
dikatakan pada masa ini stabilitas politik menjadi sesuatu yang langka,
demikian halnya dengan program yang bisa dijadikan tonggak, tidak bisa
dideskripsikan dengan baik. Selama masa demokrasi liberal, sekitar
sembilan tahun, telah terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Kabinet
Natsir yang terbentuk tanggal 6 September 1950, menunjuk Dr. Bahder
Johan sebagai Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (PP dan K).
Mulai bulan April 1951 Kabinet Natsir digantikan Kabinet Sukiman yang
menunjuk Mr. Wongsonegoro sebagai Menteri PP dan K. Selanjutnya Dr.
Bahder Johan menjabat Menteri PP dan K sekali lagi, kemudian digantikan
Mr. Mohammad Yamin, RM. Soewandi, Ki Sarino Mangunpranoto, dan Prof. Dr.
Prijono.
Pada periode ini, kebijakan pendidikan merupakan
kelanjutan kebijakan menteri periode sebelumnya. Yang menonjol pada era
ini adalah lahirnya payung hukum legal formal di bidang pendidikan yaitu
UU Pokok Pendidikan Nomor 4 Tahun 1950.
Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 mengakhiri era demokrasi parlementer, digantikan
era demokrasi terpimpin. Di era demokrasi terpimpin banyak ujian yang
menimpa bangsa Indonesia. Konfrontasi dengan Belanda dalam masalah Irian
Barat, sampai peristiwa G30S/PKI menjadi ujian berat bagi bangsa
Indonesia.
Dalam Kabinet Kerja I, 10 Juli 1959 – 18 Februari
1960, status kementerian diubah menjadi menteri muda. Kementerian yang
mengurusi pendidikan dibagi menjadi tiga menteri muda. Menteri Muda
Bidang Sosial Kulturil dipegang Dr. Prijono, Menteri Muda PP dan K
dipegang Sudibjo, dan Menteri Muda Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat
dipegang Sujono.
Era Orde Baru (1966-1998)
Setelah
Pemberontakan G30S/PKI berhasil dipadamkan, terjadilah peralihan dari
demokrasi terpimpin ke demokrasi Pancasila. Era tersebut dikenal dengan
nama Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Kebijakan di bidang
pendidikan di era Orde Baru cukup banyak dan beragam mengingat orde ini
memegang kekuasaan cukup lama yaitu 32 tahun. Kebijakan-kebijakan
tersebut antara lain kewajiban penataran P4 bagi peserta didik,
normalisasi kehidupan kampus, bina siswa melalui OSIS, ejaan Bahasa
Indonesia yang disempurnakan atau EYD, kuliah kerja nyata (KKN) bagi
mahasiswa, merintis sekolah pembangunan, dan lain-lain. Pada era ini
tepatnya tahun 1978 tahun ajaran baru digeser ke bulan Juni. Pembangunan
infrastruktur pendidikan juga berkembang pesat pada era Orde Baru
tersebut.
Menteri pendidikan dan kebudayaan di era Orde Baru
antara lain Dr. Daud Joesoef, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, Prof. Dr.
Faud Hassan, Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro, dan Prof. Dr. Wiranto
Aris Munandar
Era Reformasi (1998-2011)
Setelah
berjaya memenangkan enam kali Pemilu, Orde Baru pada akhirnya sampai
pada akhir perjalanannya. Pada tahun 1998 Indonesia diterpa krisis
politik dan ekonomi. Demonstrasi besar-besaran di tahun tersebut
berhasil memaksa Presiden Soeharto meletakkan jabatannya. Kabinet
pertama di era reformasi adalah kabinet hasil Pemilu 1999 yang dipimpin
Presiden Abdurrahman Wahid. Pada masa ini Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan diubah menjadi Departemen Pendidikan Nasional dengan menunjuk
Dr. Yahya Muhaimin sebagai Menteri Pendidikan Nasional.
Pada
tahun 2001 MPR menurunkan Presiden Abdurrahman Wahid dalam sidang
istimewa MPR dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai presiden. Di
era pemerintahan Presiden Megawati, Mendiknas dijabat Prof. Drs. A.
Malik Fadjar, M.Sc. Pemilihan Umum 2004 dan 2009 rakyat Indonesia
memilih presiden secara langsung. Pada dua pemilu tersebut Susilo
Bambang Yudhoyono berhasil terpilih menjadi presiden. Selama
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Mendiknas dijabat Prof.
Dr. Bambang Sudibyo, MBA. Dan Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh.
Pada
tahun 2011 istilah departemen diganti menjadi kementerian dan pada tahun
2012 bidang pendidikan dan kebudayaan disatukan kembali menjadi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kebijakan pendidikan di era
reformasi antara lain perubahan IKIP menjadi universitas, reformasi
undang-undang pendidikan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003, Ujian Nasional (UN), sertifikasi guru dan dosen, Bantuan
Operasional Sekolah (BOS), pendidikan karakter, dan lain-lain.
sumber
kemendikbud
Belum ada tanggapan untuk "Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan"
Posting Komentar